Selasa, 11 Oktober 2016

Wisata Batik Trusmi Cirebon

Kisah membatik Desa Trusmi berawal dari peranan Ki Gede Trusmi. Salah seorang pengikut setia Sunan Gunung Jati ini mengajarkan seni membatik sembari menyebarkan Islam. Sampai sekarang, makam Ki Gede masih terawat baik, setiap tahun dilakukan upacara cukup khidmat, upacara Ganti Welit (atap rumput) dan Ganti Sirap setiap empat tahun.
Di sepanjang jalan utama yang berjarak 1,5 km dari desa Trusmi sampai Panembahan, saat ini banyak kita jumpai puluhan showroom batik. Berbagai papan nama showroom nampak berjejer menghiasi setiap bangunan yang ada di tepi jalan. Munculnya berbagai showroom ini tak lepas dari tingginya minat masyarakat terutama dari luar kota terhadap batik Cirebon dari mulai showroom batik hingga online shop
Desa Batik Trusmi di Cirebon adalah destinasi yang lengkap. Wisatawan tidak hanya bisa belanja batik, tapi juga wisata kuliner sampai memborong oleh-oleh di dalam satu kawasan.
One stop destination, begitulah Desa Batik Trusmi menjelma hari ini. Yang tadinya sebuah desa pengrajin batik yang mungil, wisata Batik Trusmi menyebar ke desa tetangga, diikuti pertumbuhan kawasan wisata dengan aneka fasilitas wisatanya.
Harga batik khas Cirebon ini sangatlah bervariasi mulai dari Rp.50.000 hingga jutaan rupiah tergantung dengan model, motif dan bahannya. Salah satu yang jadi primadona adalah motif batik Mega Mendung. Selain tampilannya yang menarik, motif yang satu ini juga telah diakui oleh UNESCO sebagai salah satu warisan budaya Indonesia. Motif batik Mega Mendung tentunya sarat akan makna yang terkandung di dalamnya, dimana memiliki filosofi tersendiri. Motif-motif awan pada batik Mega Mendung menunjukan seperti kasta dalam hidup.

Lokasi: -
Koordinat : -
Telepon:
Email: -
Fasilitas: -
Jam Buka: -
Jam Tutup: -
Tiket: Rp. -

Wisata Batik Trusmi Cirebon (Google Maps)

Share:

Wisata Masjid Sang Cipta Rasa Cirebon


Masjid Agung Sang Cipta Rasa terletak di dalam kompleks Keraton Kasepuhan, persis bersebelahan dengan alun-alun keraton. Masjid agung ini pada awalnya bernama Masjid Pakungwati, mengikuti nama keraton yang dahulu bernama Keraton Pakungwati. Inilah juga masjid yang dibangun oleh para wali pada masa Sunan Gunung Jati memerintah sebagai sultan pertama di Kesultanan Cirebon. Pada lokasi mihrab, terdapat tiga buah batu tegel lantai khusus yang dulu dipasang oleh Sunan Gunung Jati, Sunan Bonang, dan Sunan Kalijaga.
Masjid Agung Sang Cipta Rasa adalah landmark yang menarik di Cirebon, dengan sembilan pintu yang menyimbolkan Wali Songo. Pintu masuk ke bangunan utamanya yang sungguh kecil membuat Anda harus membungkuk untuk masuk, inilah filosofi penghormatan untuk masuk ke rumah Allah. Konon, Masjid Agung Sang Cipta Rasa adalah pasangan dari Masjid Agung di Demak. Di masa ketika pembangunan Masjid Agung Demak dilakukan, Sunan Gunung Jati meminta izin untuk membangun pasangannya di Cirebon.

Lokasi: Jl. RA. Kartini, Kecamatan Kejaksan, Cirebon
Koordinat : -6.725576,108.569951
Telepon: Email: -
Fasilitas: -
Jam Buka: -
Jam Tutup: -
Tiket: Rp. -

Masjid Agung Sang Cipta Rasa (Google Maps)

Share:

Minggu, 09 Oktober 2016

Wisata Cirebon Waterland Taman Ade Irma Suryani Cirebon

Cirebon Waterland Taman Ade Irma Suryani adalah destinasi wisata air yang baru di Cirebon. Lokasi tempat wisata ini berada di tepi pantai utara Kota Cirebon yang sangat indah pemandangan lautnya.
Berdiri di area seluas 3 hektare, tempat ini merupkan aset milik Pemkot Kota Cirebon. Lokasinya berdekatan dengan Kantor Bank Indonesia cabang Cirebon. Grand Opening telah dilaksanakan pada awal Desember 2015 lalu. Kehadiran tempat ini diharapkan juga dapat menarik wisatawan dari luar daerah Cirebon.
Untuk wisata berenang tersedia waterboom, perahu bebek, kolam arus, air mancur, dan wahana wisata air lainnya. Cirebon Waterpark aneka kolam air yang tak jauh dari pintu masuk waterpark. yaitu waterboom khusus untuk anak-anak, kolam berarus untuk anak maupun dewasa dan kolam renang olimpic berkedalaman 1,5 meter bagi dewasa.
Adapun bagi anak-anak bisa bermain di area plyaground. Dimana taman ini dilengkapi dengan pasir putih layaknya di pantai. Wahana lain ada juga ayunan serta miniatur kapal yang terbuat dari kayu. Untuk naik ke kapal, pengunjung melalui tangga dan jembatan rintangan.
Sementara bagi yang ingin menginap, tersedia fasilitas penginapan cottage bagi pengunjung yang ingin bermalam di sana. Ada 40 cottage di pinggir pantai yang turut menunjang bagi pengunjung tempat wisata tersebut. Untuk biya sewa cottage di atas air laut tersebut per harinya mencapai Rp1 juta hingga Rp2,5 Juta. Untuk harga tiket masuk dan tarif penginapan bisa berubah sewaktu-waktu.

Lokasi: Jl. Yos Sudarso No.1, Lemahwungkuk, Kota Cirebon
Koordinat : -6.717801, 108.573705
Telepon: 0231-8293194
Email: -
Fasilitas:
– Waterboom
– Perahu Bebek
– Kolam Arus
– Kolam Renang Olimpic
– Air Mancur dan Wahana Wisata air lainnya
– Penginapan Cottage
– Wisata Kuliner
Jam Buka: 08.00 wib
Jam Tutup: 21.00 wib
Tiket: Rp. 50.000
Cirebon Waterland Ade Irma Suryani (Google Maps)
Share:

Wisata Taman Sari Gua Sunyaragi Cirebon

Gua Sunyaragi adalah sebuah tamansari yang dibangun tahun 1703 sebagai tempat untuk meditasi para Sultan Cirebon dan keluarganya. Yang menarik dari tempat ini adalah sebagian besar permukaan tembok bangunannya dipenuhi oleh batu-batu koral sehingga menjadikan bangunan tersebut terlihat misterius dan beda dari tempat-tempat lainnya.
Batu koral tersebut konon berasal dari pantai selatan Jawa, sedangkan saat itu belum ada moda transportasi mekanik yang memadai, masih menggunakan kuda dan kerbau. Karena itulah banyak yang percaya kalau Gua Sunyaragi ini dibangun dengan bantuan kekuatan spiritual khusus.
Situs Sunyaragi ini sebenarnya merupakan kompleks bangunan-bangunan kuno bekas Taman Sari dan Pesanggrahan, namun karena banyaknya lorong-lorong yang berliku dan gelap maka sering disebut Gua Sunyaragi. Kata “Sunyaragi” berasal dari bahasa Sansekerta yaitu “Sunya” yang berarti sepi dan “Ragi” yang artinya raga. Tempat ini dulunya adalah tempat beristirahat dan meditasi para Sultan Cirebon dan keluarganya. Dahulu Sunyaragi ini dikelilingi oleh Danau Jati yang sekarang sudah kering. Gua Sunyaragi merupakan salah satu bagian dari keraton Pakungwati sekarang bernama keraton Kasepuhan.
Secara garis besar Tamansari Gua Sunyaragi ini dibagi menjadi dua bagian yaitu pesanggrahan dan bangunan gua. Bagian pesanggrahan dilengkapi dengan serambi, ruang tidur, kamar mandi, kamar rias, ruang ibadah dan dikelilingi oleh taman lengkap dengan kolam. Bangunan gua-gua berbentuk gunung-gunungan, dilengkapi terowongan penghubung bawah tanah dan saluran air.

Lokasi: Jl. Brigjen Dharsono Cirebon
Koordinat :-
Telepon: -
Email: -
Fasilitas: -
Jam Buka: 08.00 wib
Jam Tutup: 16.00 wib
Tiket: Rp. 10.000

Taman Sari Gua Sunyaragi (Google Maps)

Share:

Wisata Makam Sunan Gunung Jati Cirebon


Kota Cirebon merupakan salah satu kota di Jawa Barat yang cukup terkenal berkat adanya makam Syarif Hidayatullah, seorang mubaligh, pemimpin spiritual, dan sufi yang juga dikenal dengan sebutan Sunan Gunung Jati. Peristirahatan terakhir Sunan Gunung Jati dan keluarganya ini disebut dengan nama Wukir Sapta Rengga. Makam ini terdiri dari sembilan tingkat, dan pada tingkat kesembilan inilah Sunan Gunung Jati dimakamkan. Sedangkan tingkat kedelapan ke bawah adalah makam keluarga dan para keturunannya, baik keturunan yang dari Kraton Kanoman maupun keturunan dari Kraton Kasepuhan.
Di makam ini terdapat pasir malela yang berasal dari Mekkah yang dibawa langsung oleh Pangeran Cakrabuana, putera Sri Baduga Maharaja Prabu Siliwangi dari Kerajaan Padjadjaran. Karena proses pengambilan pasir dari Mekkah itu membutuhkan perjuangan yang cukup berat, maka pengunjung dan juru kunci yang akan keluar dari kompleks makam ini harus membersihkan kakinya terlebih dahulu, agar pasir tidak terbawa keluar kompleks walau hanya sedikit. Larangan tersebut merupakan instruksi langsung dari Pangeran Cakrabuana sendiri.
Makam yang menempati lahan seluas 4 hektar ini merupakan obyek wisata ziarah yang banyak dikunjungi oleh para wisatawan/peziarah baik dari Cirebon maupun kota-kota sekitarnya. Kedatangan para peziarah itu biasanya berlangsung pada waktu-waktu tertentu seperti Jumat Kliwon, peringatan maulud Nabi Muhammad SAW, ritual Grebeg Syawal, ritual Grebeg Rayagung, dan ritual pencucian jimat.
Bangunan makam Sunan Gunung Jati memiliki gaya arsitektur yang unik, yaitu kombinasi gaya arsitektur Jawa, Arab, dan Cina. Arsitektur Jawa terdapat pada atap bangunan yang berbentuk limasan. Arsitektur Cina tampak pada desain interior dinding makam yang penuh dengan hiasan keramik dan porselin. Selain menempel pada dinding makam, benda-benda antik tersebut juga terpajang di sepanjang jalan makam. Semua benda itu sudah berusia ratusan tahun, namun kondisinya masih terawat. Benda-benda tersebut dibawa oleh istri Sunan Gunung Jati, Nyi Mas Ratu Rara Sumandeng dari Cina sekitar abad ke-13 M. Sedangkan arsitektur Timur Tengah terletak pada hiasan kaligrafi yang terukir indah pada dinding dan bangunan makam itu.
Keunikan lainnya tampak pada adanya sembilan pintu makam yang tersusun bertingkat. Masing-masing pintu tersebut mempunyai nama yang berbeda-beda, secara berurutan dapat disebut sebagai berikut: pintu gapura, pintu krapyak, pintu pasujudan, pintu ratnakomala, pintu jinem, pintu rararoga, pintu kaca, pintu bacem, dan pintu kesembilan bernama pintu teratai. Semua pengunjung hanya boleh memasuki sampai pintu ke lima saja. Sebab pintu ke enam sampai ke sembilan hanya diperuntukkan bagi keturunan Sunan Gunung Jati sendiri.
Kompleks makam ini juga dilengkapi dengan dua buah ruangan yang disebut dengan Balaimangu Majapahit dan Balaimangu Padjadjaran. Balaimangu Majapahit merupakan bangunan yang dibuat oleh Kerajaan Majapahit untuk dihadiahkan kepada Sunan Gunung Jati sewaktu ia menikah dengan Nyi Mas Tepasari, putri dari salah seorang pembesar Majapahit yang bernama Ki Ageng Tepasan. Sedangkan Balaimangu Padjadjaran merupakan bangunan yang dibuat oleh Prabu Siliwangi untuk dihadiahkan kepada Syarif Hidayatullah sewaktu ia dinobatkan sebagai Sultan Kesultanan Pakungwati (kesultanan yang merupakan cikal bakal berdirinya Kesultanan Cirebon).
Selain terkenal dengan arsitektur bangunannya yang unik, obyek wisata ziarah makam Sunan Gunung Jati ini juga terkenal dengan berbagai macam ritualnya, yaitu ritual Grebeg Syawal, Grebeg Rayagung, dan pencucian jimat. Grebeg Syawal ialah tradisi tahunan yang diselenggarakan setiap hari ke 7 di bulan Syawal, untuk mengenang dan melestarikan tradisi Sultan Cirebon dan keluarganya yang berkunjung ke makam Sunan Gunung Jati setiap bulan itu. Sedangkan Grebeg Rayagung ialah kunjungan masyakat setempat ke makam yang diadakan setiap hari raya Iduladha. Selain itu, terdapat juga ritual tahunan pada hari ke-20 di bulan Ramadhan, tradisi itu disebut “pencucian jimat” dan benda-benda pusaka (gamelan dan seperangkat alat pandai besi) yang merupakan benda peninggalan Sunan Gunung Jati. Tradisi ini dilaksakan setelah shalat shubuh, bertujuan untuk memperingati Nuzulul Qur‘an yang jatuh pada tanggal 17 Ramadhan.
Di area makam Sunan Gunung Jati terdapat fasilitas seperti penginapan, warung makan, masjid, pendopo, Paseban Besar (pendopo tempat penerimaan tamu), Paseban Soko (tempat untuk bermusyawarah), parkir luas, dan alun-alun. Di lokasi ini juga terdapat pedagang kaki lima, kios cendramata, kios buah-buahan, dan lain-lain.

Lokasi:   Desa Astana, Kecamatan Gunung Jati, Kabupaten Cirebon
Koordinat :-
Telepon: -
Email: -
Fasilitas:Penginapan, Warung Makan, Masjid, Pendopo, Paseban Ageng, Paseban Soko, Kios Cinderamata, Parkir Luas dan Alun-Alun.
Jam Buka: 24 jam 
Jam Tutup:
Tiket: -


Makam Sunan Gunung Jati (Google Maps)

Share:

Wisata Keraton Kasepuhan Cirebon


Sebagai kota yang dibangun pada masa perkembangan Islam, pusat kota Cirebon berada di sekitar alun-alun. Di sebelah selatan alun-alun terdapat Keraton Kasepuhan. Secara administratif keraton ini berada di wilayah Kampung Mandalangan, Kelurahan Kasepuhan, Kecamatan Lemah Wungkuk tepatnya pada koordinat 06º 43' 559" Lintang Selatan dan 108º 34' 244" Bujur Timur. Seluruh kompleks keraton luasnya sekitar ± 185.500 m2 yang dibatasi oleh Jl. Kasepuhan di sebelah utara, timur Jl. Mayor Sastraatmaja, selatan Kali Kriyan, dan di sisi barat terdapat pemukiman penduduk.
Keraton Kasepuhan dibangun sekitar tahun 1529 oleh Pangeran Cakrabuana, merupakan perluasan dari Keraton tertua di Cirebon, Pakungwati. Keraton Pakungwati atau yang dikenal juga Dalem Agung Pakungwati merupakan cikal bakal Keraton Kasepuhan. Keraton Pakungwati yang terletak di sebalah timur Keraton Kasepuhan, dibangun oleh Pangeran Cakrabuana (Putera Raja Pajajaran) pada tahun 1452, berati bersamaan dengan pembangunan Tajug Pejlagrahan yang berada di sebelah timurnya. Pada tahun 1479 keraton ini diperluas dan dilebarkan. Luas situs pertama di Cirebon ini sekitar 4900 m2, mempunyai tembok keliling sendiri, keadaan bangunannya sekarang tinggal reruntuhannya saja. Di lokasi tersebut terdapat sisa-sisa bangunan, gua buatan, sumur dan taman.
Pada abad ke-16 Sunan Gunung Jati mangkat, digantikan oleh cicitnya yang bernama Pangeran Emas Zaenal Arifin dan bergelar Panembahan Pakungwati I. Pada tahun 1529 beliau membangun keraton baru di sebelah barat daya keraton lama. Keraton baru ini juga dinamai Keraton Pakungwati, mengabdikan nama puteri Pangeran Cakrabuana atau buyut sultan, yang gugur pada tahub 1549 ketika ikut memadamkan kobaran api yang membakar Mesjid Agung Sang Cipta Rasa.
Pada tahun 1969 Kesultanan Cirebon dibagi dua menjadi Kesultanan Kanoman dan Kasepuhan. Kesultanan Kanoman dipimpin oleh Pangeran Kartawijaya dan bergelar Sultan Anom I, sementara Kesultanan Kasepuhan dipimpin oleh Pangeran Martawijaya yang bergelar Sultan Sepuh I. Kedua sultan ini kakak beradik, dan masing-masing menempati Keraton sendiri. Sultan Sepuh I menempati Keraton Pakungwati, yang kemudian berganti nama menjadi Keraton Kasepuhan.
Pintu gerbang utama Keraton Kasepuhan terletak di sebelah utara dan pintu gerbang kedua berada di selatan kompleks. Gerbang utara disebut Kreteg Pangrawit  berupa jembatan, sedangkan di sebelah selatan disebut lawang sanga (pintu sembilan). Setelah melewati Kreteg (jembatan) Pangrawit akan sampai di bagian depan keraton. Di bagian ini terdapat dua bangunan yaitu Pancaratna dan Pancaniti.
Bangunan Pancaratna berada di kiri depan kompleks arah barat berdenah persegi panjang dengan ukuran 8 x 8 m. Lantai tegel, konstruksi atap ditunjang empat sokoguru di atas lantai yang lebih tinggi dan 12 tiang pendukung di permukaan lantai yang lebih rendah. Atap dari bahan genteng, pada puncaknya terdapat mamolo. Bangunan ini berfungsi sebagai tempat seba atau tempat yang menghadap para pembesar desa atau kampong yang diterima oleh Demang atau Wedana. Secara keseluruhan memiliki pagar terali besi.
Bangunan Pangrawit berada di kiri depan kompleks menghadap arah utara. Bangunan ini berukuran 8 x 8 m, berantai tegel. Bangunan ini terbuka tanpa dinding. Tiang-tiang yang berjumlah 16 buah mendukung atap sirap. Bangunan ini memiliki pagar terali besi. Nama Pancaniti berasal dari panca berarti jalan dan niti berarti mata atau raja atau atasan. Bangunan ini berfungsi sebagai tempat perwira melatih prajurit dalam perang-perangan, tempat istirahat, dan juga sebagai tempat pengadilan.

a) Halaman Pertama
Setelah melewati Pancaratna dan Pancaniti selanjutnya memasuki halaman pertama. Untuk memasukinya bisa melewati Gapura Adi atau Gapura Banteng. Gapura Adi berupa pintu gerbang berbentuk bentar berukuran 3,70 x 1,30 x 5 m menggunakan bahan bata. Gapura Adi ini berada di utara Siti Inggil. Gapura Benteng berupa pintu gerbang dengan bentuk bentar berukuran 4,50 x 9 m. Pintu ini lebih besar dan tinggi daripada Gapura Adi. Pada pipi tangga sebelah timur terdapat stilirisasi bentuk banteng.
Halaman pertama merupakan komplek Siti Inggil, di komplek terdapat beberapa bangunan, antara lain Mande Pendawa Lima yang berfungsi untuk tempat duduk pengawal Raja, Mande Malang Semirang yang berfungsi sebagai tempat duduk raja timadu menyaksikan acara di alun-alun, Mande Semar Timandu adalah bangunan yang berfungsi sebagai tempat duduk penghulu atau penasehat raja. Mande Karesmen yaitu bangunan sebagi tempat menampilkan kesenian untuk raja, dan Mande Pengiring yaitu bangunan sebagai tempat mengiring raja. Selain bangunan tersebut masih ada satu bangunan lagi yaitu bangunan Pengada. Bangunan ini berukuran 17 x 9,5 m, berfungsi sebagai tempat membagi berkat dan tempat pemeriksaan sebelum menghadap raja.

b) Halaman Kedua
Halaman kedua dibatasi tembok bata. Pada pagar bagian utara terdapat dua gerbang yaitu Regol Pengada dan gapura lonceng. Regol Pengada merupakan pintu gerbang masuk halaman ketiga dengan ukuran panjang dasar 5 x 6,5 m. Gerbang yang berbentuk paduraksa ini menggunakan batu dan daun pintunya dari kayu. Gapura Lonceng terdapat di sebelah timur Gerbang Pangada dengan ukuran panjang dasar 3,10 x 5 x 3 m. Gerbang ini berbenduk koriagung  (gapura beratap) menggunakan bahan bata.   
Halaman kedua ini terbagi dua, halaman Pengada dan halaman untuk kompleks Langgar Agung. Halaman Pengada berukuran 37 x 37 m yang berfungsi untuk memarkirkan kendaraan atau menambatkan kuda. Di halaman ini dahulu ada sumur untuk memberi minum kuda. Halaman kompleks Langgar Agung merupakan halaman di mana terdapat bangunan kompleks Langgar Agung. Bangunan Langgar Agung menghadap ke arah timur, memiliki bangunan utama dengan ukuran 6 x 6 m. Teras 8 x 2, 5 m. Jadi bangunan ini berbentuk “T” terbalik Karena teras depan lebih besar dari bangunan utama. Bagian teras berdinding kayu setengah dari permukaan lantai, kemudian setengah bagian atas diberi terali kayu. Dinding bangunan utama merupakan dinding tembok. Mihrab berbentuk melengkung berukuran 5 x 3 x 3 m. Di dalam mihrab tersebut terdapat mimbar terbuat dari kayu berukuran 0,90x 0,70x2 m.
Atap Langgar Agung merupakan atap tumpang dua dengan menggunakan sirap. Konstruksi atap disangga 4 tiang utama. Langgar Agung ini memiliki halaman dengan ukuran 37 x 17 m. Langgar ini berfungsi sebagai tempat ibadah kerabat keraton. Bangunan Langgar Agung dilengkapi pula dengan Pos Bedug Somogiri. Bangunan yang menghadap ke timur ini berdenah bujursangkar berukuran 4 x 4 m yang di dalamnya terdapat bedug (tambur). Bangunan ini tanpa dinding dan atap berbentuk limas, penutup atap didukung 4 tiang utama dan 5 tiang pendukung.

c) Halaman Ketiga
Antara halaman kedua dan ketiga dibatasi tembok dengan gerbang berukuran 4x6,5 x 4 m. Gerbang tersebut dilengkapi dua daun pintu terbuat dari kayu, jika dibuka dan ditutup akan berbunyi maka disebut pintu gledeg (guntur) . Di halaman ketiga terdapat sejumlah bangunan sebagai berikut.

d) Taman Bunderan Dewandaru
Taman ini berdenah bulat telur terbuat dari batu cadas. Memiliki arti dari namanya Bunder artinya sepakat. Dewa berarti dewa atau mahluk halus dan ndaru artinya cahaya. Arti keseluruhan adalah “orang yang menerangi sesama mereka yang masih hidup dalam masa kegelapan”. Luas taman 20 m2. Di taman ini terdapat nandi, pohon soko sebagai lambing bersuka hati, 2 patung macan putih merupakan lambang Pajajaran, meja dan bangku 2 buah meriam yang dinamai Ki Santomo dan Nyi Santoni.

e) Museum Benda Kuno
Bangunan yang menghadap timur berbentuk “E”. Terdapat 2 pintu untuk memenuhi bangunan tersebut. Di sini disimpan benda-benda kuno Keraton Kasepuhan.

f) Museum Kereta
Bangunan ini menghadap barat dan teat di timur Taman Bunderan Dewandaru ini berukuran 13,5 x 11 m. Di Museum Kereta tersimpan kereta-kereta dan barang lainnya

g) Tunggu Manunggal
Bangunan ini berupa batu pendek ± 50 cm, dikelilingi 8 buah pot bunga yang melambangkan Allah yang satu zat sifatnya.

h) Lunjuk
Bangunan yang menghadap timur ini berukuran 10 x 7 m yang berfungsi melayani tamu dalam mencatat dan melaporkan urusannya menghadap raja.

i) Sri Manganti
Bangunan ini berada di timur tugu manunggal berbentuk bujursangkar. Bangunan ini terbuka tanpa dinding, bungbungan berbentuk joglo dan atap genteng didukung dengan 4 tiang soko guru, 12 tiang tengah dan 12 tiang luar. Langiut-langit dipenuhi ukiran-ukiran yang berwarna putih dan coklat. Bangunan ini bernama Sri Manganti karena arti sri artinya raja, manganti artinya menunggu. Sehinggra artinya secara keseluruhan tempat menunggu keputusan raja.

j) Bangunan Induk Keraton
Bangunan induk keraton merupakan tempaty aktifitas Sultan, dalam bangunan ini terdapat beberapa ruangan dengan fungsi yang berbeda, yaitu :
• Kuncung dan Kutagara Wadasan dibangun pada tahun 1678 oleh Sultan Sepuh 1.  Kuncung berupa bangunan berukuran 2,5 x 2,5 x 2,5 m yang digunakan parkir kendaraan sultan. Kutagara Wadasan adalah gapura yang bercat putih dengan gaya khas Cirebon berukuran lebar 2,5 m dan tinggi ± 2,5 m. Gaya Cirebon tampak pada bagian bawah kaki gapura yang berukiran wadasan dan bagian atas dengan ukiran mega mendung. Arti ukiran tersebut seseorang harus mempunyai pondasi yang kuat jika sudah menjadi pimpinan atau sultan harus bisa mengayomi bawahan dan rakyatnya.
• Jinem Pangrawit yaitu bangunan yang berfungsi sebagai serambi keraton. Nama jinem Pangrawit berasal dari kata jinem atau kajineman berarti tempat tugas dan Pangrawit berasal dari kata rawit berate kecil, halus atau bagus. Lantai marmer, dinding tembok berwarna putih dan dihiasi keramik Eropa. Atap didukung 4 tiang sokoguru kayu dengan umpak beton. Ruangan ini digunakan sebagai tempat Pangeran Patih dan wakil sultan dalam menerima tamu.
• Gajah Nguling yaitu ruangan tanpa dinding dan terdapat 6 tiang bulat bergaya tiang tuscan setinggi 3 m. Lantai tegel dan langit-langit berwarna hijau. Ruangan ini tidak memanjang lurus tapi menyerong (membengkok) dan kemudian menyatu dengan bangsal Pringandani. Bentuk ruangan ini mengambil bentuk gajah yang sedang Nguling (menguak) dengan belalainya yang bengkok. Ruangan ini dibangun oleh Sultan Sepuh IX pada tahun 1845.
• Bangsal Pringgandani merupakan ruangan yang berada di sebelah selatan ruangan Gajah Nguling. Ruangan ini memiliki 4 tiang utama segi empat berwarna hijau yang berfungsi sebagai tempat menghadap para Bupati Cirebon, Kuningan, Indramayu dan Majalengka. Sewaktu-waktu dipakai pula sebagai tempat sidang warga keraton.
• Bangsal Prabayasa berada di selatan bangsal Pringgandani. “Prabayasa” berasal dari kata praba artinya sayap dan yasa artinya besar. Kata-kata tersebut mengandung arti bahwa Sultan melindungi rakyatnya dengan kedua tangannya yang besar. Pada dinding ruangan terdapat relief yang diberi nama Kembang Kanigaran berarti lambing kenegaraan. Maksudnya Sri Sultan dalam pemerintahannya harus welas asih pada rakyatnya.
• Bangsal Agung Panembahan merupakan ruangan yang berada di selatan dan satu meter lebih tinggi dari bangsal Prabayaksa. Fungsinya sebagai singgasana Gusti Panembahan. Ruangan ini masih asli dan belum ada perubahan sejak dibangun tahun 1529.
• Pungkuran merupakan ruangan serambi yang terletak di belakang Keraton. Tempat ini berfungsi sebagai tempat meletakan sesaji pada waktu peringatan Maulid Nabi Muhamad.
• Bangunan Dapur Maulud ini berada di depan Kaputren dengan arah hadap timur yang berfungsi sebagai tempat memasak persiapan peringatan Maulid Nabi SAW.
• Pamburatan merupakan bangunan yang berada di selatan Kaputren. Pambuaran artinya menggurat atau mengerik. Bangunan ini berfungsi sebagai tempat mengerik kayu-kayu wangi (kayu untuk boreh) untuk kelengkapan selamatan Maulud Nabi SAW.
 
Lokasi:  Kampung Mandalangan, Kelurahan Kasepuhan, Kecamatan Lemah Wungkuk.
Koordinat : 06º 43' 559" S, 108º 34' 244" E
Telepon: -
Email: info@kasepuhan.com
Website: http://kasepuhan.com/
Fasilitas: -
Jam Buka: 08.00 wib
Jam Tutup: 16.00 wib
Tiket: 
Senin s/d Jumat      : Rp. 10.000 (Pelajar) dan Rp. 15.000 (Umum)
Sabtu dan Minggu  : Rp. 15.000 (Pelajar) dan Rp. 20.000 (Umum)
Sewa Tour Guide    : Rp. 20.000 s/d Rp. 100.000 (tergantung jumlah rombongan)


Keraton Kasepuhan (Google Maps)

Share:

Wisata Keraton Kanoman Cirebon


Keraton Kanoman berada di Jl. Winaon, Kampung Kanoman, Kelurahan Lemah Wungkuk, Kecamatan Lemah Wungkuk. Keraton yang berada pada pedataran pantai ini tepat pada koordinat 06º 43' 15,8" Lintang Selatan dan 108º 34' 12,4" Bujur Timur. Di sebelah utara keraton terdapat pasar tradisional, sedangkan di sebelah selatan dan timur merupakan pemukiman penduduk. Di sebelah barat keraton terdapat sekolah Taman Siswa.
Keraton Kanoman didirikan oleh Pangeran Mohamad Badridin atau Pangeran Kertawijaya, yang bergelar Sultan Anom I, pada sekitar tahun 1510 Šaka atau 1588 M. Titimangsa ini mengacu pada prasasti berupa gambar surya sangkala dan Keraton Sangkala yang terdapat pada pintu Pendopo Jinem menuju ruang Prabayasa berupa “matahari” yang berarti 1, “wayang Dharma Kusuma” yang berarti 5, “bumi” yang berarti 1 dan “bintang kemangmang” yang berarti 0. Jadi, chandr sangkala itu menunjukan angka tahun 1510 Šaka atau 1588 M. Sementara sumber lain menyebutkan bahwa angka pembangunan Keraton Kanoman adalah bersamaan dengan pelantikan Pangeran Mohamad Badridin menjadi Sultan Kanoman dan bergelar Sultan Anom I, yang terjadi pada tahun 1678-1679 M.
Salah satu bangunan penting yang terdapat dalam komplek Keraton Kanoman adalah Witana. Witana berasal dari kata “awit ana” yang berarti bangunan tempat tinggal pertama yang didirikan ketika membentuk Dukuh Caruban. Dalam kakawin Nagarakertagama bangunan witana adalah berupa panggung kayu sementara dengan atap tanpa dinding tempat persemayaman raja sementara waktu. Sebagaimana kita ketahui, bahwa Cirebon adalah salah satu kota tua di Pulau Jawa. Menurut Babad Cerbon yang diindonesiakan oleh Pangeran Sulaeman Suleendraningrat (1984), Cirebon bermula dari pendukuhan kecil. Pendukuhan ini telah terbentuk sejak abad ke 15, yaitu sekitar 1 sura 1367 Hijriah atau 1445 M dirintis oleh Ki Gede Alang-alang dan kawan-kawan. Dukuh Cirebon ini dilengkapi pula dengan Keraton Pakungwati dan Tajug Pejlagrahan yang dibangun oleh Pangeran Cakrabuana (penerus/pengganti Ki Gede Alang-alang) pada tahun 1452 M. Pada masa itu dukuh ini telah berkembang dengan penduduk dan mata pencaharian yang beragam. Oleh karena itu, dukuh ini juga pernah disebut caruban yang berarti campuran.
Keraton Kanoman merupakan satu kompleks dengan denah empat persegi panjang dari arah utara – selatan. Menurut arsitekturnya tata ruang komplek ini dibagi 4 bagian, yaitu bagian depan kompleks, halaman pertama, halaman kedua, halaman ketiga.

a) Bagian Depan Kompleks
Di bagian ini terdapat bangunan Cungkup Alu, Cungkup Lesung, Pancaratna, dan Pancaniti. Cungkup Alu berupa bangunan terbuka berukuran 0,7 x 1 x 1,5 m dan terbuat dari bahan kayu. Atap genteng didukung oleh 4 tiang. Cungkup Lesung merupakan bangunan terbuka berukuran 0,7 x 1 x 1,5 m dan terbuat dari bahan kayu. Atap genteng didukung oleh 4 tiang. Bangunan Pancaratna merupakan bangunan kayu tanpa dinding yang terletak disebelah barat pintu masuk.   Bangunan ini di kanan depan kompleks yang menghadap utara berbentuk bujursangkar dengan ukuran 8 x 8 m. Lantai keramik  Bangunan terbuka, hanya ada tiang-tiang yang mendukung atap sirap. Berfungsi sebagi tempat seba atau tempat para pembesar desa menghadap Demang atau Wedana atau tempat jaga bintara kerajaan. Sedangkan bangunan Pancaniti adalah bangunan kayu tanpa dinding yang terletak di sebelah timur pintu masuk, menghadap utara berbentuk persegi panjang dengan ukuran 8 x 10 m. Lantai keramik. Bangunan ini terbuka, hanya ada tiang-tiang yang mendukung atap sirap. Fungsinya sebagai tempat perwira melatih prajurit dalam perang-perangan, tempat istirahat perwira dari pelatihan perang dan tempat pengadilan atau sebagai tempat jaga prajurit kerajaan.

b) Halaman Pertama
Halaman ini disebut lemah duwur (tanah tinggi). Memang tanah ini lebih tinggi dari bagian lainnya. Halaman ini dipagar setinggi 1,30 m dengan bahan bata. Pagar utara, barat dan selatan terdapat pintu gerbang bentar. Di utara berukuran tinggi 3 m dan lebar 4 m. Di barat tinggi 5 m dan lebar 4 m. Di selatan tinggi 2,50 m dan lebar 2 m. Di halama ini terdapat 2 bangunan, yaitu :
  • Balai Manguntur; Bangunan menghadap utara ini berukuran 6,5 x 6,5 x 5 m. Bangunan ini menggunakan bahan bata, lantai keramik yang berundak dua. Bangunan ini terbuka tanpa dinding. Dinding-dindingnya melengkung ke atas terkesan menyerupai gerbang.. Di dalamnya terdapat balai berukuran 1,50 x 1,50 m untuk tempat duduk Sultan. Atapnya sirap berbentuk kerucut. Secara keseluruhan bangunan ini diperindah dengan hiasan keramik-keramik piring yang ditempelkan sebagai tempat pertunjukan yang dipersembahkan untuk raja.
  • Panggung; Bangunan ini menghadap barat berukuran 6 x 10 x 5 m. Lantai keramik. Bangunan ini terbuka tanpa dinding. Hanya ada tiang-tiang yang mendukung bubungan dengan bentuk limas an terpotong dan menggunakan atap sirap. Bangunan ini berfungsi sebagai tempat pertunjukan yang dipersembahkan untuk raja.

c) Halaman Kedua
Halaman kedua berdenah bentuk  huruf “L”,  terdapat dua bangunan, yaitu : Bale Paseban dan Gerbang Seblawong di sisi utaranya.
  • Bale Paseban; Banguna yang menghadap barat ini berukuran 12 x 12 x 4 m. Bangunan ini menggunakan bahan kayu dan lantai tegel. Bangunan ini terbuka tanpa dinding. Tiang-tiang yang mendukung atap sirap limasan terpotong ini dari tiang satu ke tiang lainnya terkesan berbentuk seperti pagar terali kayu. Bangunan ini berfungsi tempat tunggu untuk giliran menghadap Sultan.
  • Gerbang Seblawong; Gerbang yang menggunakan bata ini berbentuk paduraksa dengan ukuran tinggi 9 m, lebar 4,80 m dan tebal 2 m. Bangunan yang kokoh ini terkesan bergaya kolonial. Di samping besarnya yang sangat mencolok, bangunan ini memiliki ragam hias tiang-tiang yang samara dengan pelipit vertikal dan horizontal, di tengah-tengahnya dihubungkan dengan pelipit vertikal dan melengkung. Di bawah lengkungan ini merupakan batas pintu yang terbuat dari kayu jati. Seluruh bangunan ini diberi hiasan piring-piring keramik yang ditempelkan pada selruh permukaan pintu gerbang. Pintu gerbang ini dibuka hanya pada waktu perayaan Maulud Nabi Muhammad S.A.W..

d) Halaman Ketiga
Antara halaman ketiga dan halaman ke empat dibatasi pagar terbuat dari bata setinggi 1,50 m. Di halaman  ini terdapat sejumlah bangunan, yaitu :
  • Tempat Lonceng disebut juga gajah mungkur. Bangunan ini menghadap ke timur, berfungsi sebagai tempat menyimpan lonceng dengan ukuran 3 x 2 x 2,5 m. Lantainya hanya merupakan plur semen. Dinding tembok dan atapnya genteng.
  • Bale Semirang merupakan bangunan yang menghadap timur, berbentuk persegi panjang dengan ukuran 3 x 6 x 3 m. Bangunan ini sangat sederhana, lantainya hanya plur semen. Bangunan ini terbuka tanpa dinding dengan atap sirap berbentuk limasan. Bangunan ini berfungsi untuk memberikan informasi. Dahulu tempat ini digunakan untuk tempat bermusyawarah dengan sultan.
  • Langgar Kanoman merupakan bangunan tempat shalat. Bangunan ini sangat sederhana berukuran 6 x 8 x 3,5 m memiliki lantai tegel, dinding tembok dan atap genteng dengan bentuk limasan.
  • Paseban Singabrata merupakan tempat jaga perwira keraton. Bangunan ini menghadap ke arah barat, berukuran 8 x 10 m. Lantai dari bahan keramik, terbuka tanpa dinding. Terdapat beberapa tiang menunjang atap sirap dengan bentuk limasan. Bangunan ini berfungsi sebagai ruang tunggu menghadap sultan.
  • Jinem adalah bagian ruang sultan dengan arah hadap utara dan berukuran 12 x 8 m dengan lantai keramik. Ruang ini berfungsi sebagai tempat para pembesar menghadap Sultan.
  • Kaputren merupakan tempat tinggal putra dan putri sultan. Bangunan yang bergaya kolonial ini digunakan sebagai rumah tinggal anak-anak Sultan yang laki-laki. Bangunan ini terbuat dari bahan tembok.

Lokasi:  Jl. Winaon, Kampung Kanoman, Kelurahan Lemah Wungkuk, Kecamatan Lemah Wungkuk
Koordinat : -6.721632,108.567619
Telepon: -
Email: -
Internet: -
Fasilitas: -
Jam Buka: 08.00 wib
Jam Tutup: 16.00 wib
Tiket: 
Senin s/d Jumat      : Rp. 10.000 (Pelajar) dan Rp. 15.000 (Umum)
Sabtu dan Minggu  : Rp. 15.000 (Pelajar) dan Rp. 20.000 (Umum)
Sewa Tour Guide    : Rp. 20.000 s/d Rp. 100.000 (tergantung jumlah rombongan)
Informasi Lebih Lanjut: -

Keraton Kanoman (Google Maps)

Share: